Minggu, 30 Oktober 2011

KESABARAN DALAM MERAWAT ORANG TUA

Mengasah Kesabaran Dalam Merawat Orang Tua
Repot yah merawat orangtua yang sudah sepuh. Apalagi Ibuku rewel sekali, kayak anak kecil. Kayaknya aku nggak sanggup deh menghadapinya”

Keluh kesah itu sering kita dengar. Sikap orangtua yang dirasa superior oleh anak terkadang menempatkan anak dalam posisi serba salah saat merawat. Kalau ditanya pada anak, pastinya setiap anak mengaku bahwa cita-cita terbesar dalam dirinya tentu ingin membahagiakan orangtua. Namun komunikasi yang tidak imbang seringkali menyebabkan ungkapan kasih sayang itu tidak tersampaikan kepada satu sama lain, baik kepada orangtua maupun kepada anak. Sehingga merawat orangtua seringkali malah menjadi ketakutan terbesar dalam hidup.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi sendiri agar setiap anak dapat berbakti pada orangtua tanpa merasa terbebani.

1.  Ingatlah : SURGA ALLAH MENUNGGU
     Merawat orang tua sesungguhnya merupakan wujud kesempurnaan ibadah kita kepada Allah. Bahkan hal itu merupakan perintah Allah yang telah termaktub dalam Al-Isra (17) 23-24 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : Wahai Tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.

2.  PAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS ORANGTUA
    Namanya juga orangtua, yang lahirnya lebih dulu dan karenanya pengalaman hidupnya pastilah lebih banyak, maka ketika orangtua kerap tampil dengan gaya senioritas yang “sok tahu” ya yang paling aman, dengarkan saja dulu. Sebab, ingatlah, di mata mereka, betapapun kita merasa tua, kita hanyalah “si bocah” kemarin sore.
    Orangtua juga cenderung lebih sensitive perasaannya, sehingga mudah pula tersinggung emosinya. Apalagi bagi orang tua yang dulunya bekerja atau punya jabatan, atau punya kekuasaan tertentu yang kini sudah tak lagi diembannya. “Post power syndrome” bisa memicu masalah juga. Karena dulunya dia biasa jadi bos, paling berpengaruh, kemudian ketika tua dengan fisik yang makin renta menjadi tidak berdaya. Begitu juga dari segi kekuasaan juga sudah nggak ada. Nah orangtua semacam ini sebenarnya juga sudah kesal dengan dirinya sendiri. Maka ketika dia mendapati bahwa orang-orang tidak memperhatikan dia, atau dia merasa orang tidak sayang sama dia, hal itu akan menambah rasa frustasi.
     Memahami kondisi dan karakter orangtua sebenarnya juga tidak terlalu susah. Kita bisa bertanya kepada orangtua, apa keinginannya, ya sharinglah.

3. PAHAMI KEINGINANNYA
    Sederhana saja sebenarnya. Orangtua itu ingin dipehatikan dan dihormati. Itu saja. Dan setiap anak pastinya semua juga anak ingin menghormati dan perhatian pada orangtuanya. Tapi kenapa bisa tidak nyambung ? Karena   definisi menghormatinya beda.
    Katakanlah bagi si nenek yang namanya dihormati itu adalah segala katanya didengar, diiyakan dan dituruti. Masalahnya, anaknya penuh kesibukan, baik suami maupun isteri. Cucu pun begitu. Sekolah fullday pula. Jadilah si orang tua ini merasa kesepian. Lantas merasa tidak diperhatikan, sampai akhirnya merasa tidak dihargai, tidak dicintai, tidak disayangi.
     Perlu difahami pula, kedewasaan atau kematangan emosional tidak beriringan langsung dengan pertambahan usia. Banyak variasi. Ada orang yang usianya sudah 50 tahunan tapi masih selfish. Inginnya diservis orang terus, maunya orang memperhatikan dia. Jadi ketika orang-orang tidak menservis dia, mereka disingkirkan, mereka merasa tidak diperhatikan.
    Karena itu, sediakan selalu waktu untuk mau mendengar perkataan orang tua. Karena mereka kadang hanya butuh diperhatikan dan didengarkan saja segala cerita dan uneg-unegnya.

4.  SARANKAN KESIBUKAN
    Tetapi bagi orang yang sejak muda sudah memahami this is life, pada waktunya mereka akan turun, mereka akan kekurangan, atau kehilangan kekuasaan, mereka mudah menyadari bahwa orang-orang memang sibuk dan bukan berarti tidak care. Bagi mereka, ada kesibukan akan sangat membantu mengisi waktu yang lapang dan bisa kita sarankan atau kita support bila mereka puny aide yang baik, misalnya kesibukan di kebun, kesibukan membaca, mengaji, atau memiliki perkumpulan untuk bersosialisasi dengan orang seumurnya.
     Nenek atau kakek yang tidak bergaul akan semakin mudah merasa kesepian. Sementara dengan teman seumuran mereka bisa lakukan kegiatan banyak hal. Bahkan kalau sekedar ngobrol pun ceritanya akan nyambung.

5.  INGAT KEBAIKAN ORANG TUA
    Kesadaran untuk merawat orangtua juga akan muncul dan menguat bila kita kerap membayangkan proses keberadaan kita di muka bumi ini. Mulai dari 0 tahun, ketika kita masih menjadi cikal bakal bayi, ketika ibu kita menderita karena ngidamnya, beratnya mengandung kita selama 9 bulan, betapa besar perhatiannya pada kita sebagai bayi di kandungan, sampai ketika melahirkan betapa seorang ibu mempertaruhkan nyawanya, betapa besar biaya yang dikeluarkan, hingga akhirnya membesarkan dan merawat kita, orangtua telah begitu banyak memberikan perjuangan dan pengorbanannya untuk kita.
    Mulai dari bayi hingga beranjak dewasa kita selalu berada dalam pengasuhan orangtua. Dengan terus mengingat hal itu akan muncul kesadaran dalam diri, betapa kita tidak bisa membayar semua jerih payah orangtua. Jadi walaupun perlakuan orangtua dirasa tidak ideal, tapi tetap saja jasa kedua orangtua itu luar biasa.

6.  SADARI KITA AKAN MENJADI TUA PULA

    Motivasi lain yang bisa mendorong kita untuk sabar merawat orangtua adalah dengan mengingat bahwa kelak kita pun akan menjadi tua. Akan menjadi orangtua yang bagaimana kah kita. Satu hal yang perlu diingat adalah apa yang dilakukan si anak terhadap ibunya, akan dilihat oleh anaknya lagi. Jadi si cucu akan melihat bagaimana ibunya memperlakukan nenek.
     Kita dapat merenungi kalau kita berbuat tidak baik kepada orangtua yang telah mengasuh kita, otomatis perlakukan anak-anak kita kelak akan sama. Karena kita telah memberikan contoh itu.
    Selain itu ada kata hati, moral judgment. Jika kita orang yang terbiasa menggunakan emotional quotion tentu kepekaan moral ini akan tumbuh dengan sendirinya, kepada orang lain, apalagi kepada orangtua.
     Seseorang punya persepsi, bisa jadi ditanamkan oleh orangtuanya, bagaimana kewajiban berbuat baik kepada orangtua, sehingga ketika dia berkeluarga pun dia membangun persepsi yang sama. Ketika dia punya anak pun, ditanamkan persepsi yang sama, sehingga tidak akan terjadi perbedaan pandangan tentang hal itu. Persepsi inilah yang mengkristal jadi keyakinan dan mempengaruhi kata hati kita. Kata hati ini yang kemudian mendorong sikap dan perilaku kita.

7.  EKSTRA KESABARAN
    Sudah barang tentu diperlukan kesabaran ekstra untuk merawat orangtua. Kalau kita melihat ke belakang toh hal yang sama juga dilakukan oleh orangtua kita. Bagaimana mereka merawat kita dengan penuh kesabaran. Kesabaran itu telah terbentuk selama bertahun-tahun, bahkan mereka sampai mengutamakan untuk kehidupan anak, keselamatannya. Nah dengan sikap positif yang begitu besar, maka dalam Al-Qur’an dikatakan haljaza ul ihsan ilal ihsan, bahwa perbuatan yang baik harus dibalas juga dengan kebaikan.
     Jadi memperlakukan orangtua yang dulu telah bersabar pada kita dengan baik, tentulah dengan kesabaran juga.

8.  BERBUAT BAIK DI SAAT ORANGTUA TELAH TIADA ?
     a.  Mendo’akan kedua orangtua
          “Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada mereka, luaskan kubur mereka, jadikan kuburan mereka seperti taman surga, mudahkanlah hisabnya, masukkanlah mereka ke  dalam surgaMu yang terindah”
     b.  Memohon ampunan untuk kedua orangtua
          Memohon kepada Allah, ampunan atas dosa dan kesalahan kedua orangtua.
     c.  Melaksanakan janji-janji (membayar hutang) kedua orangtua yang tidak sempat mereka laksanakan
     d.  Menghormati dan memuliakan sahabat-sahabat orangtua
     e.  Menyambung silaturrahim dengan keluarga besar kedua orangtua kita.

 * disarikan dari Majalah Ummi No. 10/XX Pebruari 2009 dicopy dari Bunda dan Ananda dengan sedikit perubahan dan tambahan pada butir 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar